Kamis, 22 Mei 2008

"Pahlawan-pahlawan" yang Terlupakan..

Bunyi dua mesin tik lusuh, memenuhi ruangan 3 x 4 meter di Gedung Juang 45, Kota Sukabumi, Kamis (23/3). Jari-jari renta-dua bekas pejuang-terlihat bersemangat menekan tuts mesin tik. Di salah satu meja di pojok ruangan, Sum Suparto (82) sedang sibuk membaca beberapa lembar kertas usang. Suparto adalah mantan pejuang yang berdinas di militer hingga tahun 1950. Senin dan Kamis adalah waktu berkumpulnya anggota Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Suparto mengawali karir militernya dengan masuk menjadi tentara Angkatan Laut Belanda pada tahun 1942, dan bertugas di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi. Dia bertugas menerima informasi dari peneropong langit mengenai ada atau tidaknya musuh. Informasi itu akan diteruskan kepada komandannya.

Hanya beberapa bulan mengenakan seragam Belanda, Suparto tertangkap oleh pasukan Jepang saat berjaga di Kebun Karet Cikaso, Kecamatan Tegalbuleud. Dia pun berganti seragam menjadi tentara Jepang. Tanpa pemberitahuan yang jelas, pada pertengahan Agustus 1945, seluruh senjata yang dibawa tentara Jepang pribumi dilucuti oleh komandannya.

Hambatan komunikasi menyebabkan Suparto dan seluruh tentara, yang ditinggalkan komandannya melarikan diri itu, tidak tahu kalau para pemimpin pribumi telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Mantan tentara Jepang itu pun langsung disatukan lagi dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang lalu berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Aksi penghadangan

Suparto menjadi salah satu pejuang yang menghambat laju konvoi Sekutu dari Bogor ke Bandung di Kecamatan Gekbrong. "Perlawanan kami semakin meluap-luap setelah terjadi pertempuran di Bojongkokosan," ujar Suparto.

Dia mengatakan, perjuangannya saat menjadi bagian dari tentara dilaluinya dengan tulus tanpa mengharapkan apa pun selain mempertahankan kemerdekaan. "Saat bergerilya, kita diberi makan oleh masyarakat. Kalau ada yang memberi, ya, kita makan. Kalau tidak, ya tidak. Selama menjadi tentara, saya juga belum pernah digaji," ujarnya.

Beberapa bulan menikmati seragam Tentara Nasional Indonesia (TNI) - setelah berubah dari Tentara Rakyat Indonesia (TRI) - Suparto yang berpangkat sersan mayor berhenti dari militer karena permintaan kedua orangtuanya.

Suparto yang memiliki 11 anak dari perkawinannya dengan Sutisah (70), kemudian menjadi polisi keamanan Perkebunan Cikaso. Tahun 1967, Suparto menjadi satuan pengamanan (satpam) di Perusahaan Daerah Air Minum Kota Sukabumi hingga pensiun tahun 1980. Kini ia menerima uang pensiun sebesar Rp 682.000 per bulan, sementara masih ada empat anaknya yang tinggal bersamanya di Desa Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi.

Kendati tulus berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Suparto mengaku sering sedih saat temannya mengambil pensiun sebagai veteran. Satu rupiah pun Suparto tak mendapatkan tunjangan atau pensiun sebagai veteran. Ia sedih, tapi tak bisa berteriak seperti berjuang dulu. (d03)

Tidak ada komentar: